Home > Author > Titon Rahmawan

Titon Rahmawan QUOTES

122 " Went people die they won't suffer anymore" itu penggalan kalimat yang diucapkan Scott padaku. Entah kapan ia mengucapkan hal itu aku tidak mampu mengingatnya. Aku kira bukan waktunya yang penting, melainkan apa maksud dibalik kalimat yang ia ucapkan. Aku juga lupa, apakah ia mengucapkan kalimat itu dalam diri Jim saat jantungnya terhenti ketika ia tengah berendam di dalam bathtube di apartemennya di Paris? Atau mungkin pula ketika ia masih bercokol dalam tubuh Dwi Retno saat ia mulai mengiris pergelangan tangannya sendiri dengan sebilah silet. Atau barangkali saja, saat ia tengah bergelut dengan sakratul maut dalam tubuh Ruh. Tentang bagaimana aku mengingatnya masih serupa khayalan atau mimpi yang bercampur aduk dengan rupa rupa realitas.

Tapi yang jelas, ada begitu banyak momen di mana aku berasa begitu dekat dengan kematian. Kematian bapak, lalu kematian ibuk dan kemudian kematian Ruh. Kematian itu sendiri mungkin saja telah mengakhiri semua penderitaan mereka di dunia ini, tapi yang jelas bukanlah penderitaanku. Betapa selama ini aku tenggelam dalam sebuah keyakinan, bahwa penderitaan manusia yang terbesar adalah karena kemelekatan mereka pada dunia ini. Dan keberadaan Scott dalam hidupku sungguh sungguh menegaskan segala hal itu. Mulai dari gambaran yang ia lihat dalam momen kematian seorang Indian yang mengalami kecelakaan di sebuah jalan berdebu di gurun Minessota. Lalu bersambung dengan momen saat Dwi Retno mencoba mengakhiri hidupnya sendiri dengan silet dan memuncak dalam detik detik ketika maut menjemput Ruh. "

Titon Rahmawan

123 " When people die they won't suffer anymore" itu penggalan kalimat yang diucapkan Scott padaku. Entah kapan ia mengucapkan hal itu aku tidak mampu mengingatnya. Aku kira bukan waktunya yang penting, melainkan apa maksud di balik kalimat yang ia ucapkan. Aku juga lupa, apakah ia mengucapkan kalimat itu dalam diri Jim saat jantungnya terhenti ketika ia tengah berendam di dalam bathtube di apartemennya di Paris? Atau mungkin pula ketika ia masih bercokol dalam tubuh Dwi Retno saat ia mulai mengiris pergelangan tangannya sendiri dengan sebilah silet. Atau barangkali saja, saat ia tengah bergelut dengan sakratul maut dalam tubuh Ruh. Tentang bagaimana aku mengingatnya masih serupa khayalan atau mimpi yang bercampur aduk dengan rupa rupa realitas.

Tapi yang jelas, ada begitu banyak momen di mana aku berasa begitu dekat dengan kematian. Kematian bapak, lalu kematian ibu dan kemudian kematian Ruh. Kematian itu sendiri mungkin saja telah mengakhiri semua penderitaan mereka di dunia ini, tapi yang jelas bukanlah penderitaanku. Betapa selama ini aku tenggelam dalam sebuah keyakinan, bahwa penderitaan manusia yang terbesar adalah karena kemelekatan mereka pada dunia ini. Dan keberadaan Scott dalam hidupku sungguh sungguh menegaskan segala hal itu. Mulai dari gambaran yang ia lihat dalam momen kematian seorang Indian yang mengalami kecelakaan di sebuah jalan berdebu di gurun Minessota. Lalu bersambung dengan momen saat Dwi Retno mencoba mengakhiri hidupnya sendiri dengan silet dan memuncak dalam detik detik ketika maut menjemput Ruh. "

Titon Rahmawan

140 " Kau pancarkan kebahagiaanmu dari mata air yang tersembunyi. Seperti ketika laut pasang di bawah tatapan lembut sang matahari mendatangkan kegembiraan yang tak terlukiskan. Sepasang lima jari yang terkembang ke empat penjuru samudra saat menghantarkan puja kepada yang maha kuasa. Ia yang memberi kita segala kenikmatan. Ia yang kepadanya kita berpulang.

Menjamah pusat rindu yang gaib, mencumbui perasaan  garib yang sebelumnya tiada dikenal. Waktu yang memetakan segala ingatan purba atas raga kita yang fana, telah tumbuh menjadi kenangan baka atas lebatnya hutan rimba belantara dan sebuah sendang kecil di tengah tengah pulau terpencil yang dikelilingi oleh lembah yang permai dan perbukitan perak yang dulu sekali sering engkau jelajahi.

Gunung gunung yang menjulang tinggi di kejauhan seakan menantang untuk ditaklukkan. Langit biru terhampar di atas padang gundul terbentang jauh hingga ke semenanjung yang sebelumnya tak pernah dijamah. Semua yang dulu cuma bagian dari lintasan sejarah, namun kini selamanya telah jadi pengingat akan dirimu. Semua yang dulu pernah mengungkapkan seluruh jejak petilasan dan penaklukanmu. Bentang alam dari seluruh kekayaan yang kini engkau simpan dalam perbendaharaanmu pribadi. Alam liar dari horizon pikiran dan khazanah perasaan yang nyaris tak terselami.

Tidak ada lagi rahasia yang engkau tutupi dari mata kami, selain daripada ceruk ceruk terdalam dari palung palung yang tersembunyi di balik mimpi mimpimu. Sungguh, tiada lagi kebahagiaan yang mampu mewakili perasaan kami saat ini, karena engkau telah mengijinkan kami untuk menjadi saksi mata; hasrat dari hasratmu, kerinduan dari kerinduanmu, cinta dari cintamu.

Bagaimana kami mampu membalas kebaikan hatimu yang sungguh tiada terkira? Sebab hanya tulus kata dari apa yang tak terucap namun telah puas kami saksikan, akan menggenapi seluruh janji dari semua yang telah engkau beri namun tak akan pernah kami miliki. Akan tetapi, sudah cukuplah itu semua bagi kami, karena engkau telah mengijinkan kami mengagumi keelokan panorama dari apa yang selama ini engkau simpan rapat rapat sebagai harta pusaka yang hanya bisa dinikmati oleh sang raja. "

Titon Rahmawan