Home > Work > Tiada Jalan Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam Sketsa
1 " Dalam sejarah Indonesia, Pulau Buru tahun 1969–1979 bukan hanya sebuah lokasi terjadinya kerja paksa, hinaan, siksaan, dan kematian yang dipaksakan oleh anak-anak bangsa terhadap sesama anak bangsa. Ia juga tempat jiwa-jiwa sekuat baja digembleng untuk mampu bertahan hidup di tengah kerja paksa, hinaan, siksaan dan kematian yang dipaksakan itu. Goresan-goresan sketsa Pak Greg dalam buku ini, berikut catatan-catatan yang mengiringinya, ialah saksinya.Mencermati serpihan kisah-kisah menarik dan personal yang terungkap dalam buku ini, kita tidak hanya diajak untuk “berziarah” ke pulau penuh kenangan duka itu. Kita juga dipanggil untuk bersama-sama bertanya: sejauh kita belum berani meratapi dan merefleksikan masa lalu kelam kita, layakkah kita melangkah dan menatap masa depan dengan mata berbinar penuh harapan? "
― , Tiada Jalan Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam Sketsa
2 " Pelukis Goenito melengkapi catatan yang telah ditorehkan Pram, Hersri, dan Gumelar tentang apa yang terjadi di Pulau Buru. Jika Anda membaca catatan dan menyimak sketsa di dalam lembaran-lembaran buku ini, lalu Anda merasa dunia seperti bergetar dan gelap, kuatkan hati dan pikiran. Buru dan semua cerita di dalamnya itu nyata. Pertanyaannya kini, bukan lagi soal apakah semua itu nyata dan fakta, tapi apakah dengan semua kita mau menundukkan kepala, mengakui ada yang salah dari masa lalu kita, dan menghaturkan maaf… "
3 " Gregorius Soeharsojo adalah saksi Pulau Buru dalam rentang 1969–1979. Dia melawan pembinasaan dengan cara-cara paling dasar; bercerita, menyanyi, bikin tonil, dan menggambar. Dengan nyanyian ia tawar kesepian yang merampas kewarasan; dengan tonil ia tapis keterpisahan yang panjang dari kolektivisme; dan dengan gambar/sketsa ia gubah kesakitan menjadi kesaksian. Ini buku penting yang memberitahu kesaksian atas sebuah orde yang berdiri di atas pemusnahan massal dalam kereta sejarah Indonesia modern. "