Home > Author > Titon Rahmawan >

" Ada sekuntum mawar di dadanya dan dusta di mulutnya. Sesungguhnya, Ia tak menggonggong serupa anjing yang tolol. Ia hanya tak mengindahkan hal lain, selain rasa laparku. Digigitnya tulang dari kedalamanku yang perih. Mata yang tak peduli dan hasrat untuk membunuh.

Gelegak darah ini sama kejinya dengan celoteh amarah. Api yang ia simpan di balik pisau yang beringas itu. Pada dadanya yang terbelah, dan jantungnya yang memerah. Yang ia tunjukkan berulang ulang kali tanpa setitik pun rasa malu atau mungkin penyesalan.

Lagunya tak semerah gincu yang ia kenakan malam itu. Dan apakah itu, secarik kain sewarna darah yang tak mampu menutupi semua kejalangannya dari dunia? Dari dulu sekali, ia sudah bukan milikku lagi. Ia sudah jadi milik semua orang.

Seperti semua kata kata cinta yang diobralnya dengan murah. Seperti haram jadah yang pernah terlahir dari mimpi di siang bolong. Mimpi tempat kami menghabiskan waktu. Waktu dan seluruh kesia siaan. Waktu yang tak bernilai, selain onggokan sampah, sumpah serapah dan omong kosong. Waktu yang membusuk dalam pikiran semua orang. Mereka yang tak lebih anjing dari diriku sendiri. Mereka yang menanti jam jam pertunjukan dengan air liur menetes.

Mereka, yang sejak dari hari pertama telah menjeratkan benang laba laba itu ke dalam pikiranmu, Baby. Benang yang tak lebih tipis dari semua harga diri dan kehormatan. Sesuatu yang mungkin, tak pernah engkau miliki. Dan bodohnya lagi - seperti yang sudah sudah - aku masih saja duduk di sana merasa lebih, memiliki dirimu... lebih dari siapa pun, Kay. "

Titon Rahmawan


Image for Quotes

Titon Rahmawan quote : Ada sekuntum mawar di dadanya dan dusta di mulutnya. Sesungguhnya, Ia tak menggonggong serupa anjing yang tolol. Ia hanya tak mengindahkan hal lain, selain rasa laparku. Digigitnya tulang dari kedalamanku yang perih. Mata yang tak peduli dan hasrat untuk membunuh. <br /><br />Gelegak darah ini sama kejinya dengan celoteh amarah. Api yang ia simpan di balik pisau yang beringas itu. Pada dadanya yang terbelah, dan jantungnya yang memerah. Yang ia tunjukkan berulang ulang kali tanpa setitik pun rasa malu atau mungkin penyesalan. <br /><br />Lagunya tak semerah gincu yang ia kenakan malam itu. Dan apakah itu, secarik kain sewarna darah yang tak mampu menutupi semua kejalangannya dari dunia? Dari dulu sekali, ia sudah bukan milikku lagi. Ia sudah jadi milik semua orang. <br /><br />Seperti semua kata kata cinta yang diobralnya dengan murah. Seperti haram jadah yang pernah terlahir dari mimpi di siang bolong. Mimpi tempat kami menghabiskan waktu. Waktu dan seluruh kesia siaan. Waktu yang tak bernilai, selain onggokan sampah, sumpah serapah dan omong kosong. Waktu yang membusuk dalam pikiran semua orang. Mereka yang tak lebih anjing dari diriku sendiri. Mereka yang menanti jam jam pertunjukan dengan air liur menetes. <br /><br />Mereka, yang sejak dari hari pertama telah menjeratkan benang laba laba itu ke dalam pikiranmu, Baby. Benang yang tak lebih tipis dari semua harga diri dan kehormatan. Sesuatu yang mungkin, tak pernah engkau miliki. Dan bodohnya lagi - seperti yang sudah sudah - aku masih saja duduk di sana merasa lebih, memiliki dirimu... lebih dari siapa pun, Kay.